Ide Cerita Itu Darimana Saja

       
                 

     ‘Ide cerita itu datang darimana saja’.
      Dulu sekali, saya pernah membaca kalimat itu. Saya lalu tercenung. Benarkah? Berarti kalau ide mudah didapat, akan gampang menulis, dong! Saya pun berusaha membuktikan kalimat itu.
      Saat awal-awal menulis, saya memang masih kesulitan mencari ide cerita. Kadang saya memang duduk tampan untuk mencari ide. Kesalnya lagi, sudah lama bengong tampan, ide tidak muncul-muncul juga.
      Lalu saya membaca di sebuah majalah, untuk awal menulis itu, lebih baik menulis hal-hal yang pernah kita alami. Jadi sebenarnya ide sudah ada. Cerita pun sudah ada. Tinggal kita saja yang menuangkan dalam tulisan.
      Akhirnya saya praktikkan hal itu. Saya mulai memikirkan hal-hal apa yang pernah saya alami. Dan pastinya, sangat banyak kejadian-kejadian yang saya alami sepanjang hidup saya ini. Benar, langsung dapat cerita, jadi saya tinggal menulisnya saja. Walau dalam proses menulis tidak mudah. Tulisan saya amburadul hahaha.  
       Waktu itu, saya ingat ada kejadian lucu. Ada teman STM saya. Kebetulan dia naksir teman saya yang cewek. Dia pun mengajak saya main ke rumah teman cewek itu, dengan alasan tanya PR.  Ternyata, bapaknya mengawasi kami terus. Akhirnya, Cuma sebentar saja kami di sana. Apalagi itu bukan malam minggu, tapi malam rabu. Cerita ini, saya kirim ke majalah Anita Cemerlang, dan dimuat di rubrik cermin. Honornya 35 ribu hehehe.


      Seiring proses menulis, saya mulai melangkah dari mengambil ide dari pengalaman pribadi, dan mulai mencari ide lain. Dan ternyata ide itu bisa didapat dari orang-orang sekitar kita. Ide paling dekat adalah saudara kandung, teman, atau sepupu.
       Maka saya pun menulis cerita-cerita mereka. Tentu saja saya ubah namanya dan sedikit ceritanya. Kalau semua sama persis, bisa dilempari bakso saya beserta kerupuk pangsitnya hehehe.
      Misalnya teman saya ada yang badannya besar. Gayanya jagoan sekali. Tapi ternyata dia takut kecoak. Maka saya tulis cerita anak Ronny dan kecoak. Cerita inni dimuat di majalah Bobo.


     Seiring proses menulis, maka imajinasi saya terus berkembang. Saya tidak hanya mendapatkan ide-ide cerita cerpen realis, tapi juga dongeng. Selama ini kan saya hanya memikirkan ide-ide nyata yang ada di kehidupan nyata. Nah, seiring waktu, ide-ide cerita dunia khayaln pun ikut bermunculan. Tapi biasanya ide-ide imajians saya, cocoknya ditulis dongeng
       Misalnya nih, dulu saat saya melihat sapu tergantung di balik pintu, maka pasti idenya sapu milik Ibu. Ibu membeli sapu baru, karena sapu lamanya patah. Atau ada kucing masuk rumah, dan tokoh anak mengambil sapu untuk mengusir kucing itu.
      Nah, karena imajinasi cerita saya mulai berkembang, maka saya mulai berkhayal. Sapu itu milik seorang penyihir. Dia sengaja menyembunyikan karena kesal tidak bisa naik sapu terbang itu. Padahal karena dia tidak tekun berlatih. Maka saya tulis dongeng Sapu Terbang Ricca.


       Begitu juga saat saya melihat seekor kelinci. Dulu paling idenya seorang anak yang membeli dan memelihara kelinci. Atau bisa juga, seorang anak memberikan hadiah kelinci pada sahabatnya. Atau seorang anak kehilangan kelinci. Lalu siapa yang mencurinya?
      Sekarang saya mulai mengembang imajinasi. Seekor kelinci sedih, karena seekor anjing tidak mau berteman dengannya. Anjing itu sombong, karena merasa paling hebat. Padahal anjing juga punya kekurangan. Maka saya  tulis fabel Rahasia Breno.


       Seiring waktu, secara berlahan semakin menguatkan saya, kalau ide itu darimana saja. Caranya, gunakan mata, telinga, dan hati kita. Apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasa, bisa jadi ide. Apa yang kita lihat ini masih bisa lebih dispesifik lagi. Apa yang kita baca dan apa yang kita tonton.
      Misalnya, saat saya membaca info di majalah, kalau lebah itu suka wangi-wangian, maka saya langsung mendapat ide. Langsung terbayang seorang Nyonya suka bersolek dan memakai parfum yang disengat lebah. Lalu saat saya membaca rambu lalu lintas jalur 3 in 1, maka terbayang kalau tulisan itu jadi 2 in 1. Maka saya tulis sepeda 2 in 1.


       Begitu juga saat kita mendengar sesuatu. Misalnya saat Ibu saya nyeletuk,  “Ya sana, Bang!  ngetik cerita. Bikin uang hehhe.” Lalu terlintas mesin-mesin yang bisa mencetak uang.


      Saat kuda tetangga saya mati karena kelelahan, tetangga saat sedih sekali. soalnya kuda itu dipakai untuk mencari nafkah, saya menulis dongeng Pangeran Pelik yang sedih karena kudanya mati.


      saya sedang mengetik di laptop, saya paling suka mendengarkan lagu. Saat mendengarkan lalu dengan lirik, Melepas rindu di dada... Nyalakan api cinta... 
Saya kok malah spontan memplesetkan 'Melepas Sesak di Dada'. Lalu tiba-tiba ada ide, seorang cowok yang memendam sesuatu pada cowoknya. Maka saya tulis cerita remaja dan dimuat di majalah Hai. Yang ingin membaca ceritanya, bisa mampir ke sini, ya!

                                              
       Jadi sudah terbukti kan, ide itu darimana saja. Jadi terus semangat menulis. Karena semakin lama, ide tidak perlu dicari lagi. Tapi ide sudah ada di sekitar kita, menyapa kita, bahkan sudah ada di depan mata kita. Jadi saat melihat, mendengar dan merasakan sesuatu, cliiing.... maka ide-ide keren segera bertebaran di kepala kita.
       Salam semangat menulis.

Bambang Irwanto

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " Ide Cerita Itu Darimana Saja "

Posting Komentar